Karya : Muhammad
Eka Adriannur
Fajar merah merekah. Burung-burung berkicau riang.
Waktu telah berputar seperti bumi. Malam yang begitu tenang serta diiringi
bertabur bintang dan cahaya bulan, kini telah berubah menjadi pagi hari yang
indah nan cerah. Dengan diawali sang mentari yang mulai menampakkan wajahnya ke
alam kehidupan.
Seperti biasa setiap pagi aku selalu sibuk dengan
aktifitas rutin terutama dalam hal mempersiapkan segala sesuatu untuk berangkat
sekolah. Terkecuali pada pagi Minggu, Hari Minggu merupakan hari libur sedunia
itu adalah hari dimana aku bisa bersantai ria setiap Minggunya.
“ Bunda... aku berangkat sekolah dulu ya ! “
“ Iya jangan lupa belajar yang rajin dan hati-hati
di jalan “
“ Iya bunda... oh ya.. Ayah jadi kan pulang besok
lusa ? “
“ Ya.. ayah sih bilangnya gitu. Udah kamu tenang
aja, Ayah pasti pulang kok”
“ Okey Bunda “
Sungguh aku benar-benar merindukan Ayah. Satu jam
saja serasa seminggu. Bagaimana kalau seminggu ya ???
“ Ehem... buru-buru banget. Kenapa nggak bareng aja.
Bukannya kita satu kelas ya...” ucapku kepada Syifa yang sedang berjalan dengan
terburu-buru.
“ Hey... kamu Adrian. Maaf aku nggak ngeliat kamu
tadi. Ya udah bareng yuk “
Ya Allah... ada apa denganku ? Kenapa setiap kali
aku menatapnya, jantung ini terus berdetak kencang, lidah terasa kaku dan bibir
ini serasa terkunci. Sungguh aku tidak kuasa menahan semua ini. Tapi.. bagaimana
cara mengungkapkannya ?
“ Oh ya , Yan. Sore ini kamu sibuk nggak ?’
“ Nggak, emang kenapa ? “
“ Gini aku mau ngajakin kamu ngerjain tugas kimia
bareng. Siapa tahu dengan kita kerjain bersama bisa cepat ngerti dan cepat
selesai juga ”
“ Wah.. kebetulan banget. Aku baru aja mau ngajaken
kamu belajar bareng. Eh.. keduluan kamu. Aku sih pengennya mau bareng belajar ini,
selain buat ngerjain tugas juga sebagai persiapan buat UN nanti. By the way, tempatnya dimana ? “
“ Di rumah aku. Oh ya, kamu tenang aja. Selain kamu
aku juga mengajak teman-teman lainnya. Jadi kita dapat saling bertukar
pikiran’’
‘’Okey, sampe
ketemu nanti sore ya ! “
Langit berselimut kabut. Awan hitam
yang kelam membuat cuaca menjadi mendung. Namun, hal itu tak mengurungkan
niatku sedikitpun untuk pergi ke rumah Syifa.
Gadis yang selalu hadir dalam mimpiku.
“ Duuh... susah banget sih soalnya.
Dari tadi dikerjain buntu melulu ”, keluh Anita dengan wajah kesal.
” Sabar dong,
Nit. Jangan menyerah dulu kalau soal itu enggak bisa kamu kerjakan,
lebih baik kerjakan soal yang lebih mudah aja dulu. Jangan terfokus cuma pada
satu soal. Masa sudah kelas 12 SMA gak ngerti juga !” sahut Syifa.
“ Bukannya gitu, Fa. Aku itu penasaran banget. Udah
coba berbagai cara. Tapi tetap aja gak ketemu-ketemu jawabannya”.
” Makanya kamu itu jangan mengerjakan sendiri aja.
Yang namanya kerja kelompok itu dikerjainnya bareng-bareng, jangan nafsi-nafsi kaya gini “
“ Iya nih.. si Anita. Gabung sini kenapa “ sahut
teman-teman yang lain.
“ Iya, dari tadi mojok sendirian aja. Nggak takut
ya.. kalau-kalau ada makhluk tak di
undang yang nemenin “, ucap Renata.
“ Ih.. apaan sih, Ren. Kamu nakutin aja deh... “
sahut Anita seraya menghampiri teman-teman yang lain.
Seketika
itu juga suara tawa membahana di rumah mungil nan elok itu.
Memang benar ya.. kata orang-orang.
Masa terindah itu adalah masa dimana kita masih bisa mengenakan seragam putih
abu-abu. Setelah kita meninggalkannya, masa itu akan jadi kenangan terindah
yang takkan terlupakan. Dan sekarang aku merasakan itu. Aku merasakan betapa
indah dan bahagianya bisa bersenda gurau dan bersuka ria bersama teman-teman.
Namun, sedari awal aku hanya bisa diam tanpa kata. Sebenarnya apa yang telah
terjadi padaku ? Entahlah... aku juga tidak mengerti dengan perasaanku. Mungkin
karena aku terlalu mengaggumi Syifa. Bagaimana tak tergila-gila diriku padanya,
wajahnya yang begitu teduh, suaranya yang lembut, dan disaat bersamanya tak ada
perasaan yang aku rasa selain dari rasa damai, tenang, dan bahagia. Akankah
cinta ini bersambut ?? semoga saja... ~_~
“Wah... udah jam 5 nih, sepertinya
kita mesti harus pulang dulu deh, Fa” ucap Anita dan Renata. “iya, Fa. Kita
pulang dulu ya” sambung yang lain. “ iya-iya, hati-hati di jalan yah
teman-teman, semoga kalian sampai tujuan aja ya, kalo gitu aku antar sampai
depan rumah aja ya” ucap Syifa.
Sore itu aku pulang dengan wajah
berseri-seri, hati pun ikut berbinar-binar dan dada penuh sesak akan rasa bahagia,
sambil berjalan menelusuri trotoar, langkah demi langkah ku tinggalkan rumah Syifa,
tiba-tiba langkah ku terhenti sejenak. Aku mendengar ada suara yang memanggil
namaku. Lalu aku menoleh kebelakang. Ternyata suara itu adalah suara teriakan Syifa
yang berlari begitu cepat kearah aku.
“Adrian... awaaaass..”
brruuuukk...
“Syiifaaa..”
aku berteriak sekencang-kencangnya.
Mobil yang hampir saja menabrakku, kini telah
memakan korban pengganti diriku, dia adalah Syifa. Dia tergeletak tak berdaya
dengan luka-luka disekujur tubuhnya dengan darah yang mengalir terus menerus
tiada henti. Dengan cepat aku segera berlari menghampirinya. Aku peluk tubuhnya
yang begitu lemah.
“Syifa...
sadaarr... sadaarr Syifa” tiba-tiba air mataku menetes sejadinya.
Tanpa pikir panjang aku mengangkat
tubuhnya, memanggil taksi dan dengan cepat meluncur menuju rumah sakit
terdekat. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung meminta pertolongan kepada
petugas yang ada disana untuk segera menangani Syifa. Hampir satu jam lamanya
aku menunggu di depan Unit Gawat Darurat (UGD). Aku benar-benar merasakan
takut, cemas dan tak sabar untuk mengetahui bagaimana keadaan Syifa sekarang.
Mulutku tak henti-hentinya memanjatkan doa kepada Sang Illahi Robbi agar Syifa
diselamatkan dari segala bahaya yang mengancam nyawanya. Saat itu aku merasa
resah, gelisah, tak tenang, berkecamuk menjadi satu didalam diriku. Dan disaat
itu ada seorang dokter menepuk pundakku.
“Anda tidak perlu cemas, gadis itu
baik-baik saja. Dia hanya menderita luka-luka ringan”. Sungguh.. ternyata tanpa
aku sadari seseorang yang keluar dari ruangan itu adalah dokter yang menangani
Syifa.
“Terima kasih dokter. Lalu apa saya boleh menemuinya
?”
“ Tentu saja, tapi jangan lupa, dia perlu banyak
istirahat agar cepat sembuh”.
“Iya dokter” ucapku.
Sejak kejadian itu, setiap hari aku
selalu memberikan waktuku untuk menjenguk Syifa di rumah sakit sepulang dari
sekolah. Meski Syifa berkali-kali mengatakan bahwa dia sama sekali tidak
membenciku, tapi tetap saja rasa bersalah terhadapnya selalu menghantuiku.
Hari demi hari kulalui. Tak terasa
satu minggu sudah Syifa dirawat di rumah sakit. Namun, hari ini dia harus
mengucapkan good bye pada rumah sakit.
Karena hari ini dia sudah diperbolehkan dokter pulang ke rumah.
“Syifa... aku senang banget,
akhirnya kamu bisa pulang juga” kata aku dengan wajah yang berseri-seri.
“Iya.. Adrian. Oh ya, aku juga mau ngucapin terima
kasih sama kamu. Karena selama ini kamu sudah terlalu banyak berbuat baik sama
aku. Setiap hari kamu sudah meluangkan waktu untuk menjengukku, bawain
buah-buahan, makanan yang aku suka, rasanya ucapan terima kasih saja tidak
cukup untuk membalas semua kebaikan kamu. Biarlah Allah yang akan membalasnya”,
sahut Syifa.
“kamu ngomong apa sih, Syifa. Harusnya aku yang
bilang terima kasih sama kamu. Kalo bukan karena kamu mungkin sekarang aku yang
berbaring disini bukan kamu. Aku benar-benar menyesal sudah buat kamu
menderita. Maafin aku ya, Fa ?“
“Adrian.. kamu gak boleh berbicara seperti itu. Ini
semua bukan salah kamu. Kamu harus ingat, semua ini adalah takdir yang sudah
ditulis oleh Allah. Ya memang, kadang-kadang kita merasa kecewa dan terluka
karena kenyataan yang terjadi tidak seperti yang kita inginkan. Tapi kamu
jangan lupa bahwa diatas segalanya itu Allah sedang merajut yang terbaik untuk
kita. Tanamkan satu keyakinan dalam benakmu, semua pasti akan indah pada waktunya
”.
Ya
Allah .. sungguh kata-katanya tadi
membuat hati ini terasa damai. Suaranya yang begitu lembut mampu membuat hatiku
yang gundah gulana tak menentu menjadi tenteram. Kehadirannya membuat hidupku
lebih berarti. Dia bagai hujan yang turun ditengah kemarau. Dia mampu membuat
hatiku menjadi tertarik padanya.
“ Ya sudah.. kalo gitu biar aku antar pulang ya ?”.
Sore ini benar-benar sangat
menyebalkan. 15 menit sudah aku dan Syifa berdiri di depan rumah sakit. Tapi
tak ada satupun taksi yang lewat.
“Ya ampun.. mana sih taksinya. Kok gak lewat-lewat”.
“Sabar dong, Yan. Kita tunggu-tunggu aja dulu”.
Disaat kami sedang termenung menunggu taksi yang tak
kunjung datang. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil berhenti didepan kami.
“
Perlu tumpangan ? ucap seorang laki-laki dari dalam sebuah mobil. “Alex.. kok
kamu bisa disini”, ucap Syifa.
“Aku
sengaja mau jemput kamu Syifa. Ayo masuk”.
“ Terima kasih ya, Alex. Ayo Adrian kita
masuk”.
Tepat jam lima sore kami tiba di
rumah Syifa. Lelaki yang bernama Alex itu langsung minta izin pulang setelah
mengantar kami. Sebenarnya aku bahagia sekali Syifa bisa kembali pulang ke
rumah dan sehat kembali. Akan tetapi, entah mengapa dan kenapa hatiku merasa
jengkel. Apa mungkin... karena wajah Syifa yang berubah cerah setelah diantar
pulang oleh lelaki itu.
“Syifa.. dilihat dari raut muka kamu, kayanya kamu
bahagia banget ya. Apa karena diantar sama Alex ?”
“Apaan sih... udaah ah. Aku mau istirahat dulu.
Terima kasih ya sudah menemani aku sampai pulang ke rumah dan hati-hati di
jalan ya”, ucap Syifa seraya masuk kedalam rumahnya. Dan segera menutup pintu.
Hatiku hancur rasanya setelah mendengar kata-kata itu yang keluar dari
mulutnnya. Sepertinya benar dugaan hati ini. Raut wajahnya yang berubah cerah dikarenakan
lelaki itu. Dengan berat hati aku meninggalkan rumah Syifa. Namun, ketika aku
hendak memalingkan badan dari hadapan pintu depan rumahnya, aku mendengar
sayup-sayup suara seorang gadis. Suara itu lembut sekali dan sepertinya aku
mengenal itu. Ahhaaa.. itu nampaknya suara Syifa. Dia berbicara di balik pintu.
“Seandainya kamu tau, adrian. you always
in my think, not him. You are my want, not him”. Ya Allah... apa benar itu
suara Syifa ? kalau benar, berarti selama ini dia juga sama merasakan apa yang aku rasakan sama dia.
Tidak mungkin aku salah mendengar suaranya itu. Aku hafal betul suara itu. Itu
suara Syifa. Sungguh tak terpikir olehku. Aku harus menanyakan sekarang
padanya. Tapi tunggu.. kalau aku menanyakan hal itu sekarang rasanya kurang
sopan, sedangkan dianya saja baru masuk dan dia harus perlu banyak istirahat.
Aku tidak boleh mengganggunya. Biarlah untuk sekarang aku harus bersabar dahulu. Aku menanyakan hal ini kepadanya
entah besok atau kapan. Yeeaaah.. aku rasa lebih cepat lebih baik, mungkin
besok adalah waktu yang aku anggap tepat.
“Tok.. tok.. tok.. Assalamualaikum”
“Walaikumussalam. Cari siapa ya ?”
“Saya Adrian, bu. Teman sekolahnya Syifa. Apakah Syifanya
ada ?”
“Ada.. tunggu sebentar yaa.. ibu mau panggilkan Syifanya
dulu ya..”
Disaat
itulah jantung ini tak bersahabat denganku.. detakan jantungku bagaikan orang
yang sedang mengalami penyakit asma. Keringat pun mulai mengalir dari ujung
dahi hingga kebawah.
”Duk.. duk.. duk..” adduuhh.. jantung ini makin tidak
mau diajak berdamai.. tenang Adrian, tenang.
“ Adrian.. ada apa ? kok tumben ke rumah tanpa
ngasih kabar sebelumnya”.
“I.. iyyaa niih.. A.. ada hal yang ingin mau aku
bicarakan sama kamu”
”Oh.. kalau begitu ayo masuk ke dalam”.
”Nggak.. enggak.. ee..
maksud aku, aku enggak mau bicara didalam tapi kita bicaranya di taman situ aja
yaa.. gimana pendapatmu ?”.
”Ok.. ayoo..”
Suasana di taman sangat indah nan
elok, bunga-bunga bermekaran, kupu-kupu yang terbang melayang di udara bebas
serta ada yang hinggap di bunga-bunga itu membuat suasana menjadi terasa di
alam surga. Namun, sepertinya suasana yang indah ini juga tak mampu mengusir badai
yang semakin berkecamuk dihatiku ini.
“Adrian.. katanya ada yang mau dibicarakan. Apa ?”
“E.. gini.., Fa. S.. sebenarnya aku... maksud aku..”
huuhh.. aku menghela nafas yang lebih panjang dari biasanya. Setelah beberapa
menit kemudian, aku memberanikan diri untuk bicara.
“Selama ini kan kita sudah saling mengenal dan aku
sudah merasa cocok banget sama kamu. Aku mengagumi kamu, kelembutan kamu,
kesederhanaan kamu, aku sebenarnya benar-benar dibuat mabuk kepayang karena
kamu. Kamu harus tahu yang sebenarnya Syifa. Sebenarnya.. aku mencintai kamu.
Aku gak maksa kamu untuk jawab ‘iya’. Tapi aku mohon, tolong kamu tanyakan sama
hati kamu. Aku yakin dibenak hati kamu itu pasti ada sebuah cinta”
”Maafin aku adrian, aku enggak bisa, aku belum mau
mengenal percintaan. Cinta bukan tujuan aku sekarang. Cita-cita yang aku mau,
bukan cinta. Tolong ngertiin aku yaa” sahut Syifa seraya berlari dan masuk
kedalam rumah.
Aku segera menyusulnya dan ikut berlari mengejarnya.
Tapi apa daya, aku tak mampu menggapainya. Aku merasa ada yang janggal dengan
jawabannya tadi. Dalam benakku bukan itu jawaban yang aku mau. Aku cuma perlu
jawaban ‘iya atau tidak’. Saat aku melangkah pulang ke rumah. Aku kembali
mendengar suara . Suara itu sama sekali seperti yang aku dengar tadi malam.
Suara itu merupakan suara gadis yang telah membuat hatiku luluh lantak. Aku pun
segera menajamkan indra pendengarku. Aku dengar dia berkata
“ Maafin aku, Adrian. Aku tahu, aku sudah menyakiti
kamu. Kamu memang benar. Cinta itu pasti ada, tanpa aku tanya pada hatiku pun
aku sudah yakin cinta itu memang sudah ada. Tapi aku harus bagaimana ?, aku
tidak mungkin mengatakan bahwa aku juga mencintai kamu. Aku hanya gadis biasa,
tidak pantas aku bersanding dengan lelaki seperti kamu. Tampan, kaya, baik,
cerdas, dermawan. Oh... sungguh aku bagai pungguk merindukan bulan. Tapi aku
yakin kalau kita memang berjodoh. Allah pasti akan menyatukan kita di
persimpangan takdir-Nya. Biarkanlah waktu yang menjawabnya”. Syifa.. benarkah
itu ? jadi sebenarnya cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku benar-benar
bahagia. Tapi kenapa kamu berfikir seperti itu ? bisa-bisanya kamu berfikir
bahwa kamu tidak pantas untukku. Memang... dulu aku juga berfikir seperti itu,
aku merasa aku tidak pantas bersanding denganmu. Tapi.. kamu harus ingat satu
hal. Aku ingat bahwa dihadapan Allah semua manusia itu sama, hanya saja
ketaqwaannyalah yang membedakan manusia itu sendiri. Tapi kamu tenang saja, aku
tidak akan memaksamu, aku akan membiarkan kamu berfikir dengan sendirinya. Tapi
kamu juga harus tahu, aku akan setia menunggumu hingga tangan tuhan menyatukan
kita nanti. Dan aku juga berharap di Lauhil
Mahfuz tertulis bahwa ‘Adrian Ramdhani Sinaga telah ditakdirkan berjodoh dengan seorang gadis bernama Syifa
Anggun Aurelia’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar